Sahabat ibrahkisah.com, di setiap daerah biasanya masyarakat mempunyai tradisi tertentu. Seperti halnya masyarakat di Jawa mempunyai beberapa tradisi diantaranya tradisi wetonan, ruwatan, dan syawalan.
Tradisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki beberapa arti : (1) adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat. (2) penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik dan benar. Lihat kata "tradisi" dalam kbbi.kemdikbud.go.id
Perlu diketahui bahwa tidak semua tradisi (adat kebiasaan turun-temurun dari nenek moyang) sesuai dengan syariat Islam. Ada hal-hal tertentu yang bertentangan dengan syariat Islam. Karenanya hal-hal semacam ini bagi kita umat muslim harus merubah adat kebiasaan yang buruk (tidak sesuai syariat).
Akan tetapi, perlu diketahui juga bahwa dari pengertian tradisi di atas kita ketahui bahwa tradisi merupakan sebuah kebiasaan yang sudah diturunkan secara turun-temurun dari nenek moyang. Artinya sebuah tradisi merupakan sebuah kebiasaan yang sudah mengakar dalam suatu masyarakat. Karenanya kita jumpai, siapapun yang berani mengganggu atau mengusik sebuah tradisi, maka bisa jadi akan mendapatkan pertentangan dan perlawanan dari suatu masyarakat.
Dari hal itu, bisa kita simpulkan bahwa untuk merubah suatu tradisi yang sudah mengakar dalam masyarakat bukanlah hal yang mudah. Untuk merubah tradisi yang sudah diyakini secara turun-temurun maka memerlukan keyakinan yang kokoh. Sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat 'Amr bin Ash dan Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhuma.
Amr bin Ash pernah menolak (merubah) tradisi yang sudah dilakukan secara turun-temurun oleh masyarakat Mesir. Tradisi yang berlaku saat itu adalah setiap bulan Paoni (bulan ke-10 kalender Koptik) masyarakat Mesir biasa mengambil seorang wanita (gadis) untuk dijadikan sebagai tumbal. Wanita itu akan dirias dengan sedemikian rupa kemudian akan ditenggelamkan ke dalam sungai Nil. Hal ini mereka lakukan dan mereka yakini sebagai tumbal agar sungai Nil tidak surut.
Bagaimana kisah lengkapnya? Simak berikut ini...
Kisah ini diriwayatkan dari Lahi'ah dari Qais bin al-Hajjaj, ia berkata : setelah Mesir ditaklukkan oleh Amr bin Ash pada tahun 640 Masehi. Masyarakat Mesir berbondong-bondong datang dan mengadu kepada Amr bin Ash. Mereka datang dan mengadukan tentang sungai Nil. Mereka datang dan mengadu ketika memasuki bulan Paoni (bulan ke-10 kalender Koptik).
Mereka mengatakan, "Wahai Amr bin Ash, sesungguhnya kami mempunyai tradisi dengan sungai Nil ini, yang jika tradisi ini tidak dilaksanakan maka airnya akan menyusut. (Dan engkau ketahui bahwa kami hidup dari sungai Nil ini. Maka lakukanlah tradisi itu)."
Amr bin Ash pun bertanya kepada mereka, "Tradisi seperti apa yang biasa kalian lakukan?"
Mereka menjawab, "Wahai Amr, setiap malam ke-12 dari bulan ini (Paoni) kami biasa melakukan tradisi penenggelaman seorang wanita (gadis) ke dalam sungai Nil. Kami jadikan ia sebagai tumbal. Kami akan mencari seorang gadis lalu kami akan mintakan kerelaan kepada kedua orang tuanya untuk anaknya kami jadikan sebagai tumbal. Sebelum gadis itu dilemparkan ke dalam sungai Nil, maka kami biasanya akan mendandani dan merias gadis itu terlebih dahulu dengan berbagai hiasan yang terbaik. Kemudian setelah itu kami melemparkannya ke dalam sungai Nil"
Mendengar jawaban mereka, Amr bin Ash pun berkata, "Sungguh tradisi semacam ini tidak ada dalam syariat Islam. (Hal-hal semacam ini tidak boleh terjadi). Dan sesungguhnya syariat Islam telah menggantikan (tradisi buruk) yang sudah ada sebelumnya."
Itulah jawaban final dari seorang pemimpin Amr bin Ash terhadap permintaan mereka. Amr bin Ash menolak dan melarang hal-hal semacam itu terjadi. Lantas mereka (masyarakat) Mesir pun kembali ke rumah mereka masing-masing.
Benar saja, setelah kejadian itu, selama 3 bulan berturut-turut (bulan Paoni, Epip, dan Mesori) air sungai Nil menglami penyusutan yang sangat drastis. Dengan menyusutnya air sungai Nil menjadikan penghidupan di Mesir menjadi semakin susah. Sehingga dengan hal ini menjadikan masyarakat Mesir berniat untuk melakukan eksodus (pergi meninggalkan Mesir).
Melihat keadaan demikian, Amr bin Ash segera mengirim surat kepada Amirul Mukminin Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhuma. Di dalam surat itu Amr bin Ash menceritakan perihal yang terjadi dengan masyarakatnya di Mesir.
Umar bin Khattab pun membalas suratnya, "Wahai Amr bin Ash, keputusan yang engkau buat itu sudah tepat. Sesungguhnya syariat Islam telah menggantikan (tradisi buruk) yang sudah ada sebelumnya. Oleh karena itu wahai Amr bin Ash, di dalam surat ini saya lampirkan sebuah surat untuk engkau lemparkan (berikan) kepada sungai Nil".
Setelah surat dari Umar itu diterima oleh Amr bin Ash dan sudah dibaca maka Amr bin Ash pun membuka lampiran surat untuk sungai Nil. Di dalam surat itu tertulis :
Dari hamba Allah, Umar bin Khattab Amirul Mukminin, untuk sungai Nil di Mesir. Amma ba'du..
Jika memang engkau wahai sungai Nil mengalir karena keinginanmu sendiri, maka silakan tidak usah mengalir. Akan tetapi, jika Dia Yang Mahaesa lagi Maha Perkasa Yang mengalirkanmu, maka kami memohon kepada-Nya agar Dia mengalirkanmu.
Setelah melihat lampiran isi surat untuk sungai Nil, maka Amr bin Ash pun segera bergegas melaksankan apa yang diperintahkan Umar bin Khattab. Amr bin Ash pun segera bertolak menuju ke sungai Nil. Sesampainya di sana maka Amr bin Ash pun melemparkan surat itu ke dalam sungai Nil.
Amr bin Ash melemparkan surat itu sehari sebelum hari salib. Pada saat itu mereka (masyarakat) Mesir sudah bersiap-siap untuk melakukan eksodus. Hanya dalam satu malam, pada keesokan pagi harinya Allah Subhanahu wa ta'ala sudah mengalirkan air sungai Nil setinggi enam belas dzira’.
Melihat hal ini, akhirnya masyarakat Mesir tidak jadi melakukan eksodus. Dengan adanya hal ini pula menjadi sirnalah tradisi buruk yang ada pada saat itu. Dan alhamdulillah tradisi dan ritual buruk itu pun hilang dari masyarakat Mesir hingga saat ini.
Ibrah Kisah :MaasyaAllah ini adalah kisah yang luar biasa. Kisah yang menakjubkan. Bagaimana bisa Umar bin Khattab menulis dan mengirimkan surat untuk sungai Nil? Sesungguhnya ini adalah sesuatu yang di luar nalar kita. Bagaimana bisa sungai Nil bisa membaca surat dari Umar bin Khattab?
Tapi dari kisah ini dapat kita ambil pelajaran bahwa untuk merubah tradisi yang ada dalam masyarakat adalah bukan hal yang mudah dan membutuhkan keyakinan yang kokoh. Sebagaimana yang terjadi pada kisah tersebut. Setelah tradisi itu diubah oleh Amr bin Ash, bukan tanpa ada ujian dan halangan yang merintangi. Tetapi mereka harus diuji bahkan juga termasuk dari sisi Amr bin Ash (yang mengubah tradisi) juga diuji dengan kebijakannya dalam mengubah tradisi itu. Dengan diubahnya tradisi itu maka (ujiannya) benar lah bahwa 3 bulan berturut-turut setelah itu sungai Nil surut secara drastis.
Tapi begitulah untuk merubah sebuah keburukan pasti ada tantangannya. Bahkan tak jarang tantangan tersebut menguji keimanan kita. Karenanya tantangan itu harus kita lalui dengan keyakinan yang kokoh. Sebagaimana kemudian solusi itu hadir dari keimanan dan keyakinan yang kokoh dari Umar bin Khattab bahwa memang benar yang memberi rezeki dengan hak hanyalah Allah Swt. Karenanya dengan keimanannya Umar bin Khattab mengirim surat kepada sungai Nil, untuk "menantang" sungai Nil agar tidak mengalir jika memang itu kehendaknya sendiri.
Demikian lintasan ibrah (pelajaran) yang bisa kami ambil dari kisah tersebut. Barangkali ada yang mendapatkan ibrah yang lainnya dari kisah tersebut bisa dituliskan di kolom komentar. Silakan berbagi ilmu. Wallahu a'lam bisshowab. Semoga bermanfaat.