Sahabat ibrahkisah.com di antara sikap mulia yang juga diajarkan dalam Islam adalah tentang itsar. Sikap itsar adalah sikap lebih mendahulukan orang lain ketimbang dirinya sendiri. Ini merupakan salah satu contoh sikap yang mulia. Sikap ini tidak lain hanya dimiliki oleh orang-orang yang mempunyai jiwa besar yang siap berkorban.
Orang yang memiliki sikap demikian mendapatkan pujian dari Allah Subhanahu wa ta'ala. Sebagaimana disitir dalam firman-Nya :
وَلَا يَجِدُوْنَ فِيْ صُدُوْرِهِمْ حَاجَةً مِّمَّآ اُوْتُوْا وَيُؤْثِرُوْنَ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ
Mereka tidak mendapatkan keinginan di dalam hatinya terhadap apa yang diberikan (kepada Muhajirin). Mereka mengutamakan (Muhajirin) daripada dirinya sendiri meskipun mempunyai keperluan yang mendesak. (QS. al-Hasyr : 9)
Inti dari ayat di atas adalah berbicara tentang sikap orang-orang Anshar (penduduk Madinah) yang lebih mengutamakan saudaranya (Muhajirin) dibanding dengan diri mereka walaupun mereka saat itu juga mempunyai kebutuhan yang mendesak. Sehingga dengan sikap lebih mengutamakan orang lain (itsar) inilah Allah memuji mereka dengan menurunkan ayat tersebut.
Hal ini pun sebagaimana kisah yang akan kami sampaikan. Kisah ini kami nukilkan dari buku 500 Kisah Orang Sholeh karya Ibnul Qoyyim al-Jauzi rahimahullahu ta'ala. Kisahnya adalah sebagai berikut :
Diriwayatkan dari Mis'ar; ia berkata : dikisahkan bahwa ada seorang 'abid (ahli ibadah) yang senantiasa beribadah di sebuah bukit. Sehari-harinya ia gunakan waktunya untuk menghambakan diri kepada Allah Subhanahu wa ta'ala di bukit tersebut. Setiap hari ia makan dari sesuatu yang dibawakan oleh seekor burung. Jadi, setiap hari ada seekor burung yang berwarna putih datang dan membawakan dua potong roti untuknya.
Pada suatu hari, sebagaimana biasanya burung berwarna putih itu datang dan membawakan dua potong roti untuknya. Akan tetapi, pada saat yang bersamaan datang juga seorang pengemis. Maka tidak pikir panjang sang abid tersebut memberikan satu potong roti untuknya.
Ketika ia hendak memakan sisa satu roti miliknya itu, ternyata datang kembali pengemis yang lain dan menghampirinya. Maka sang abid membagi rotinya menjadi dua bagian. Setengahnya ia berikan untuk pengemis itu, dan setengahnya lagi ia sisakan untuk dirinya.
Ketika ia hendak memakan setengah roti miliknya, ia bergumam dalam hatinya, "Demi Allah, sesungguhnya separuh roti ini tidak begitu berarti bagi saya dan sejatinya tidak akan cukup pula roti ini untuk saya. Sungguh, satu orang yang kenyang akan lebih baik daripada dua orang yang sama-sama kelaparan."
Akhirnya, setengah roti miliknya pun ia berikan lagi kepada pengemis tersebut. Kemudian sang abid melalui waktu pada hari itu dengan menahan rasa lapar. Waktu pun berlalu hingga malam hari. Pada saat ia tertidur, ia bermimpi di dalam mimpinya ia didatangi oleh seseorang. Orang itu berkata, "Wahai tuan, silakan mintalah sesuatu." Lalu sang abid berkata, "Saya minta agar dosa-dosa dan kesalahan saya diampuni".
Orang itu berkata, "Wahai tuan, dosa-dosamu sudah diampuni, mintalah sesuatu yang lain." Sang abid menjawab, "Jikalau demikian, maka saya meminta agar diturunkan hujan, karena negeri ini sudah lama kekeringan dan tidak turun hujan".
Tidak lama setelah mimpinya itu, maka hujan pun turun di negerinya itu yang sudah kekeringan dan paceklik sejak lama.
Ibrah Kisah :MaasyaAllah ini adalah cuplikan kisah yang bisa kita jadikan sebagai teladan. Dari kisah tersebut kita dapatkan bahwa dengan ia bersikap itsar dari situ pula awal sang abid mendapatkan karomah. Ia diberikan tawaran permintaan di dalam mimpinya itu.
Inilah salah bentuk kemuliaan yang Allah berikan kepadanya lantaran ia berbuat itsar. Dan sudah sepantasnya juga kita mencontoh sikap demikian untuk kita bersikap itsar dengan orang lain. Bahkan di dalam ayat yang sudah kami sebutkan di atas mengisyaratkan kepada kita supaya kita beritsar walaupun kita saat itu sedang membutuhkan sesuatu itu. Persis seperti yang terdapat pada kisah di atas.
Di sisi lain, mungkin yang kita aplikasikan juga tidak akan seberat atau sehebat yang ada dalam kisah (itsar pada saat kita juga sangat membutuhkan). Minimal kita bisa bersikap itsar dalam hal-hal biasa seperti itsar saat antri membayar di kasir, itsar mengambil makanan, dan lain sebagainya. Karena salah satunya dengan sikap itsar inilah menjadikan kita mulia di sisi Allah Subhanahu wa ta'ala.
Minimal lagi pelajaran yang bisa kita ambil adalah kita tidak menjadi orang yang mempunyai karakter yang justru sebaliknya, yaitu mempunyai karakter yang tidak mau mengalah, maunya menang sendiri, maunya dimengerti oleh orang lain, maunya serba ingin yang pertama (tidak itsar), bahkan malah menyerobot antrian. Na'udzubillah. Minimal sekali inilah pelajaran yang bisa kita ambil kisah tersebut.
Semoga kita semuanya bisa mengambil ibrah dari kisah tersebut. Semoga kita semuanya menjadi hamba yang bisa itsar dengan orang lain.
Wallahu a'lam bisshowab. Semoga bermanfaat. Jangan lupa untuk memberikan ibrah yang lainnya di kolom komentar. Jangan lupa pula untuk share kisah ini ke teman-teman kamu supaya yang lain ikut mendapatkan ibrah dari kisah ini. Terimakasih.