Sahabat ibrahkisah.com yang semoga senantiasa dirahmati Allah Swt. Bagi kita sebagai seorang muslim, maka kita harus senantiasa berbuat baik kepada orang lain. Bahkan bukan hanya kepada orang lain, akan tetapi juga berbuat baik kepada hewan dan juga tumbuhan. Seperti memberikan minuman kepada hewan yang sedang kehausan dan menyiram tanaman yang kekeringan. Jadi, kita harus senantiasa menebar kebaikan kepada siapapun, kapanpun, dan di manapun.
Itu semuanya adalah merupakan perbuatan baik yang telah diajarkan oleh baginda Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau berbuat baik kepada siapapun baik kepada orang yang beriman maupun orang yang kafir. Buktinya baginda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sewaktu beliau hendak melakukan hijrah, beliau mengamanahkan barang titipan milik orang-orang kafir kepada sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu untuk dibagikan (di kembalikan kepada pemiliknya).
Dari hal itu artinya apa? Artinya adalah bahwa Rasulullah masih berbuat baik, membantu tetangganya yang kafir (mau dititipi barang) karena Rasulullah saat itu terkenal dengan sifat amanahnya. Makanya beliau mendapatkan julukan "al-Amin" yang artinya "yang dapat dipercaya".
Rasulullah bukan hanya berbuat kebaikan kepada hal seperti itu saja, tetapi juga berbuat kebaikan kepada yang lainnya, termasuk juga berbuat baik kepada hewan dan tumbuhan. Karenanya memang beliau diutus oleh Allah Subhanahu wa ta'ala sebagai rahmatan lil 'alamin (rahmat untuk seluruh alam semesta). Makanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam selalu menebar kebaikan kepada siapapun, kapanpun, dan di manapun.
Pun demikian, dengan kisah yang akan kami sampaikan pada kesempatan kali ini. Kisah ini disebutkan di dalam buku 500 Kisah Orang Sholeh, karya Ibnul al-Jauziyah rahimahullahu ta'ala. Seperti apa kisahnya? Yuk kita simak kisahnya sebagai berikut...
Kisah ini diriwayatkan dari Abul Junaid Al-Husain bin Khalid, ia berkata bahwa : pada suatu ketika, Ubaid bin Al-Abrash sedang melakukan sebuah perjalanan bersama dengan beberapa temannya. Saat ia dan teman-temannya sudah melakukan perjalanan cukup jauh, di pertengahan perjalanan, di sebuah padang pasir, di bawah panas terik matahari, Ubaid bin Al-Abrash dikagetkan dengan melihat seekor ular yang menggeliat di atas pasir dan ular itu mendekat kepadanya.
Sontak teman-temannya berkata kepada Ubaid, "Wahai Ubaid, awas di depan mu ada ular! Ayo cepat segera bunuh ular itu!". Ubaid tidak serta merta mengikuti seruan dari teman-temannya untuk membunuh ular itu. Justru yang Ubaid lakukan adalah melihat dan memperhatikan ular itu.
Ubaid pun berkata, "Wahai teman-temanku tenanglah, saya perhatikan ular itu sepertinya hanya kepanasan dan juga kehausan di padang pasir yang sedang panas terik ini. Oleh karena itu saya akan memberinya sedikit air minum".
Teman-teman Ubaid berkata, "Wahai Ubaid, kamu ini gila ya, jangan sampai engkau lakukan hal konyol (berbahaya) itu! Sudahlah jika engkau tidak mau membunuhnya biarkan kami saja yang akan membunuh ular itu!"
Ubaid pun menjawab, "Sudah lah kalian tenang saja, kalian tidak perlu khawatir, biarkan saya saja yang akan mengurusnya". Lantas, Ubaid bin Al-Abrash pun mengambil sekantong air miliknya dan memberikannya serta menuangkannya kepada ular itu. Ular itu pun meminum air yang diberikan oleh Ubaid bin al-Abrash. Setelah meminum air itu, ular itu pun berlalu pergi meninggalkan Ubaid.
Ubaid dan teman-temannya pun melanjutkan perjalanannya untuk menunaikan hajatnya. Setelah Ubaid selesai dari hajatnya, ia pun kembali dan melakukan perjalanan pulang. Di tengah perjalanan pulang, Ubaid tersesat di tengah-tengah gurun pasir. Ia kehilangan arah (jejak) atau panduannya sehingga ia kebingungan tidak tau harus kemana arah ia berjalan untuk pulang.
Di saat kondisi demikian, ia sedang kebingungan berputar-putar di padang pasir tidak tahu arah, tiba-tiba ia mendengar sebuah suara yang menyeru dari kejauhan tanpa rupa :
Wahai si pemilik unta (yakni Ubaid - pent.) yang sedang tidak tahu ke mana arah pulang, dan sedang tidak ada yang bisa menunjukkan jalan kepadanya.
Ini adalah unta dari kami, silakan ambillah (sebagai penunjuk jalan) dan tunggangilah unta milikmu, biarkan unta kami berjalan di samping mu.
Ketika malam sudah berlalu pergi dan cahaya subuh sudah mulai muncul serta bintang sudah mulai bersinar, maka lepaskanlah kembali unta milik kami.
Lalu Ubaid bin al-Abrash pun menengok ke sampingnya dan ternyata di sampingnya sudah terdapat seekor unta. Maka Ubaid bin al-Abrash pun menaiki untanya dan menjadikan unta di sampingnya itu sebagai pemandu jalan. Setelah berjalan beberapa lama dan cahaya subuh juga sudah mulai muncul, maka Ubaid bin Al-Abrash pun baru menyadari tempat di mana ia berada, dan kini ia sudah mengetahui kemana arah jalan untuk pulang.
Lalu Ubaid berkata, "Wahai pemilik unta, engkau telah menyelamatkan kami dari dari mara bahaya gurun padang pasir, di mana kami adalah orang yang kehilangan petunjuk. Maukah engkau memberitahukan kepada kami siapa sebenarnya engkau yang telah berbaik hati menawarkan bantuan di gurun sahara ini? Kembalilah dengan penuh kehormatan karena telah menolong kami dan membawa kami ke tempat yang aman. Semoga Allah memberikan keberkahan kepada Anda."
Suara yang menyeru itu pun menjawab, "Wahai Ubaid, saya adalah ular yang telah engkau selamatkan di tengah gurun pasir. Saya adalah ular yang kehausan lalu engkau dermakan sedikit air kepada saya dengan tanpa beban. Engkau rela mendermakan airmu di saat yang lain tidak rela untuk mendermakan airnya. Ketahuilah, kebaikan akan tetap abadi meski telah lama berlalu dan begitupun keburukan adalah bekal terburuk yang akan dibawa oleh seseorang (karena ia juga akan tetap abadi dan ia juga pasti akan menuainya - pent)."
Ibrah Kisah :MaasyaAllah, sahabat ibrahkisah.com ini adalah kisah yang menarik yang bisa kita jadikan sebagai pelajaran. Salah satu pelajaran yang bisa kita ambil adalah "berbuat baiklah kepada siapapun, kapanpun, dan di manapun". Tebarlah kebaikan kepada siapapun, kapanpun, dan di manapun. Karena sejatinya hasil dari kebaikan yang telah kita lakukan pasti akan kita jumpai kelak.
Sebagaimana yang terdapat pada kisah tersebut. Ubaid telah berbuat baik kepada seekor ular yang menggeliat di padang pasir karena kepanasan. Lalu Ubaid memberikan seteguk dua teguk airnya untuk ular itu. Karena perbuatan baiknya itulah sebab ia mendapatkan pertolongan ketika perjalanan kepulangan. Ketika ia tersesat, ia menjadi ditolong oleh ular (jin) itu.
Hal ini juga dikuatkan oleh firman Allah Subhanahu wa ta'ala. Bahwa jika kita berbuat kebaikan kepada orang lain, maka justru kebaikan itu sesungguhnya akan kembali kepada kita. Allah berfirman dalam a-Quran surah al-Isra ayat 7 :
اِنْ اَحْسَنْتُمْ اَحْسَنْتُمْ لِاَنْفُسِكُمْ ۗوَاِنْ اَسَأْتُمْ فَلَهَاۗ
Jika engkau berbuat baik, (berarti) engkau telah berbuat baik untuk dirimu sendiri. Jika engkau berbuat jahat, (maka kerugian dari kejahatan) itu juga akan kembali kepada dirimu sendiri. (QS. al-Isra : 7)
Oleh karena itu, sudah semestinya mulai dari sekarang kita belajar dari kisah tersebut. Mulai dari sekarang kita harus berbuat baik kepada siapapun, kapanpun, dan di manapun. Karena sejatinya orang yang berbuat baik tidak akan dirugikan. Karena sejatinya kebaikan itu pun kita yang menuainya kembali.
Wallahu a'lam bisshowab. Semoga bermanfaat. Jangan lupa berikan ibrah yang lainnya dari kisah tersebut pada kolom komentar di bawah ini.