Sahabat ibrahkisah.com inilah potret kisah tentang kepemimpinan yang luar biasa. Potret pemimpin yang didambakan oleh kita semua. Hal ini tidaklah mengherankan karena potret yang ada pada kisah ini adalah potret dari generasi terbaik. Generasi yang hebat dengan sentuhan pendidikan 'langit'.
Tidak lain itu adalah potret dari para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka yang mendapatkan sentuhan pendidikan dari Nabi yang dipandu langsung oleh wahyu. Begitulah hasilnya jika sebuah generasi dipandu dengan wahyu. Menjadi generasi pilihan yang tiada tandingan.
Hal yang ingin saya potret pada kesempatan kisah kali ini adalah tentang kepemimpinan dari salah seorang sahabat mulia Salman al-Farisi radhiyallahu 'anhu. Beliau berasal dari Persia. Beliau lahir pada tahun 568 Masehi dan wafat pada tahun 35 Hijriyah. Beliau merupakan sahabat Nabi yang ahli dalam strategi perang. Beliau lah yang mengusulkan strategi untuk membuat khandaq (parit) dalam perang khandaq.
Di dalam sejarah kehidupan beliau. Sahabat Salman al-Farisi pernah menjabat sebagai gubernur di salah satu kota bekas kerajaan Persia, yakni menjadi gubernur di kota Madain. Beliau memimpin kota Madain dengan penuh keadilan. Beliau juga merupakan sosok pemimpin yang sangat dekat dengan rakyatnya (merakyat). Inilah merakyat yang sesungguhnya bukan gimik belaka.
Seperti apa kisah? Dan seperti apa kiprah kepemimpinannya? Yuk kita simak bersama-sama...
Salman al-Farisi biasa dalam kepemimpinan beliau, beliau suka berkeliling ke masyarakat untuk mengetahui kondisi para masyarakat yang dipimpinnya. Ketika beliau sedang berjalan menyusuri suatu gang, beliau berpapasan dengan seseorang yang berasal dari Syam. Orang itu sedang memanggul bebuahan. Di antara bebuahan yang dipikulnya adalah buah tin dan kurma.
Karena terlalu banyak bebannya, maka orang itu merasakan kepayahan dan hampir saja tidak kuat untuk mengangkatnya. Akhirnya orang itu melihat kepada sang Gubernur (Salman al-Farisi) yang saat itu gubernur berpenampilan biasa dan tampak dari golongan orang tidak punya. Maka sontak saja ia berniat memberikan pekerjaan kepada orang yang ditemuinya dengan upah yang layak sebagai ganti dari jasa angkat barang.
Orang Syam itu memanggilnya, "Wahai fulan, tolong bawakan barangku ini, nanti saya berikan imbalan atas jasamu." Maka kemudian sang gubernur pun membantunya mengangkat dan membawa barang bawaan itu, dan mereka berdua berjalan bersama-sama.
Orang Syam itu belum mengenal siapa dan seperti apa sosok pemimpin di tempat itu. Jadi wajar saja dia berbuat demikian. Dan hebatnya lagi, sang gubernur pun menyikapi hal ini tidak keberatan sama sekali. Ia menyikapinya dengan biasa saja dan tidak menampakkan akan posisinya sebagai gubernur.
Maka Salman al-Farisi pun membawakan dan memanggul barang bawaan orang itu. Ketika di pertengahan jalan, mereka berdua berpapasan dengan segerombolan orang, maka sang gubernur menyapa orang-orang dan mengucapkan salam kepada mereka. Mereka pun berhenti dan menjawab salam dari sang gubernur, seraya berkata "Salam dan sejahtera juga untuk mu wahai gubernur."
Mendengar ungkapan segerombolan orang itu, orang Syam itu bertanya bergumam dalam hati, "Salam dan sejahtera untuk wahai gubernur? Siapa yang mereka maksud?". Rasa keheranan orang Syam itu segera sirna ketika segerombolan orang itu datang dan mendekat kepada sang gubernur dan kemudian menawarkan bantuan kepadanya untuk mengangkatkan bebannya. Mereka berkata, "Wahai gubernur, biarkan kami saja yang membawakannya."
Mendengar ungkapan demikian, barulah orang Syam itu paham bahwa kuli panggul yang ia mintakan bantuan kepadanya adalah merupakan seorang gubernur di wilayah itu.
Sontak saja orang Syam itu pun menjadi gugup, tidak tau harus berkata-kata apa, tentu yang ada hanyalah kalimat-kalimat penyesalan dan permintaan maaf yang keluar dari lisannya. Orang Syam itu segera mendekati sang gubernur hendak mengambil beban itu kembali dari sang gubernur. Akan tetapi sang gubernur itu menolaknya dan berkata, "Tidak mengapa, biarkan saya yang mengantarkan barang bawaan ini sampai ke rumah mu".
Ibrah Kisah :MaasyaAllah demikianlah kisah tentang kepemimpinan dari sosok sahabat mulia Salman Al-Farisi Radhiyallahu 'anhu.
Inilah potret kepemimpinan yang sesungguhnya. Pemimpin yang senantiasa mengayomi rakyatnya. Mengerti betul tentang kondisi rakyatnya yang membutuhkan bantuan. Pemimpin yang langsung terjun ke lapangan meninjau secara langsung keadaan yang terjadi dengan rakyatnya.
Pemimpin dengan keteladanan yang nyata. Memberikan contoh untuk saling membantu bekerja sama satu sama lain.
Di sisi lain, kita dapati bahwa ini adalah potret "the real" pemimpin. Namanya pemimpin bisa dikatakan mesti yang paling unggul dalam banyak hal. Sebagaimana kisah tersebut berarti kita dapatkan bahwa pemimpinnya dari sisi kekuatan nampaknya unggul. Karena orang Syam itu tidak kuat membawa beban bawaan itu, sedangkan sang gubernur kuat. Ini menunjukkan pemimpinnya tersebut juga mempunyai kekuatan fisik yang tidak biasa.
Di sisi lain, kita ketahui bahwa pemimpin tersebut mempunyai karakter yang "tidak suka" dengan dunia. Hal ini terlihat dengan tampilannya yang secara alami biasa saja bahkan terlihat seperti kekurangan.
Nilai tersebut dalam syariat dikenal dengan istilah zuhud. Beginilah seharusnya sikap yang dimiliki seorang pemimpin yaitu kesederhanaan dan kezuhudan.